Objek Kajian ‘Ilmu Ma’ani, berupa Kalâm Khabar, Kalâm Insya’, al-Qishr, Îjaz, Ithnab dan Musâwah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pengkajian sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menggairahkan. Ketika dorongan rasa ingin tahu menggelora, maka pengembaraan pengkajian itu terasa indah dan bergairah. Sebelum mengkaji sesuatu secara mendalam, perlu diketahui sebelumnya objek kajian apa saja yang terkandung dalam kajian tersebut, karena pengetahuan tentang sesuatu akan lebih mudah dipelajari dengan metode dan kajian yang sistematik.
Ilmu Balâghah, sebagaimana ilmu lain berangkat dari sebuah proses penalaran untuk menemukan premis-premis pengetahuan yang dianggap benar untuk kemudian disatukan menjadi kumpulan teori. Setelah teori itu terkumpul secara generik dengan pembagian-pembagian yang sepesifik, maka ada kecenderungan untuk mempelajari bagian-bagian tersebut secara parsial banyak yang menyebut al-Sakkâki sebagai tokoh yang mengubah balâghah dari shinâ’ah menjadi ma’rifah dari induktif menjadi deduktif. Dari paparan tersebut tersirat bahwa setiap ilmu mempunyai obyek kajian yang membatasi ruang gerak keilmuan tertentu, agar jelas dan tidak mengaburkan pembahasan.
Sastra yang merupakan ekspresi merdeka, bukan sesuatu yang tanpa aturan dan rumusan. Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya beragam ilmu sastra yang menentukan kualitas karya saatra yang dianalisa. Dalam tradisi ilmu sastra Arab, balâghah setelah menjadi ilmu mempunyai rumusan-rumusan tertentu yang digunakan sebagi basis konkretisasi sastra dan tolak ukur keindahan dan ke-balâghah-an karya sastra. Balâghah merupakan ilmu sastra di atas kajian morfologi dan sintaksis, kajian balâghah berpijak pada kedua ilmu tersebut, yang secara teori prasyarat mempelajari balagah harus menguasai morfologi (sharf) dan sintaksis (nahw). Makalah ini secara ringkas berusaha untuk mendeskripsikan objek kajian ‘Ilmu al-Balâghah.

1.2. Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup Objek Kajian Ilmu Ma’ani, berupa Kalâm Khabar, Kalâm Insya’, al-Qishr, Îjaz, Ithnab dan Musâwah.

1.3. Metode pembahasan
Dalam hal ini penulis menggunakan:
1. Metode Deskriptif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu Objek Kajian Ilmu Ma’ani, berupa Kalâm Khabar, Kalâm Insya’, al-Qishr, Îjaz, Ithnab dan Musâwah.
2. Penelitian Kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan-bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang akan di jelaskan.

BAB II
PEMBAHASAN
Objek Kajian ‘Ilmu Ma’ani, berupa Kalâm Khabar, Kalâm Insya’,
al-Qishr, Îjaz, Ithnab dan Musâwah
2.1. Pengertian ‘Ilmu Ma’ani
‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan pola kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang dikehendaki penutur. Tujuan ‘ilmu al-ma’âni adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan tutur (Ahmad Hasyimi, 1994: 39-40).
Dari terminologi ‘ilmu al-ma’âni yang ingin menyelaraskan antara teks dan konteks, maka obyek kajiannya-pun berkisar pada pola-pola kalimat berbahasa arab dilihat dari pernyataan makna dasar ashly, bukan tab’iy yang dikehendaki oleh penutur. Menurut as-Sakkâki, yang dikehendaki oleh pembacaan model ma’âni bukan pada struktur kalimat itu sendiri, akan tetapi terdapat pada “makna” yang terkandung dalam sebuah tuturan. Jadi yang terpenting dalam pembacaan ma’ani adalah pemahaman pendengar terhadap tuturan penutur dengan pemahaman yang benar, bukan pada tuturan itu secara otonom (Yusuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali al-Sakkaki, 1987: 161).
2.2. Objek Kajian ‘Ilmu Ma’ani
Adapun objek kajian Ilmu Ma’ani adalah tema-tema berikut, (1) Kalâm Khabar (2) Kalâm Insya’ (3) al-Qishr (4) Îjaz, Ithnab dan Musâwah.
1. Kalâm Khabar (Statement Sentence)
Kalâm Khabar atau kalimat berita adalah kalimat yang penuturnya bisa dikatakan jujur atau bohong. Penutur dikatakan jujur jika kalimatnya sesuai dengan fakta, dan dikatakan bohong jika kalimatnya tidak sesuai dengan fakta (‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, 1977: 139). Contoh kalâm khabar “purnama telah datang dan pekat-pun berlalu”, bisa saja berita ini benar bisa juga salah. Adapun tujuan kalimat berita (kalâm khabar) bermacam-macam, diantaranya;
• Sebagai permohonan belas kasihan (istirhâm), contoh:
إني فقير إلى عفو ربي
• Menampakkan kelemahan dan kepasrahan , contoh:
إني وهن العظم مني واشتعل الرأس شيبا
• Penyesalan dari sesuatu yang diharapkan, contoh;
إني وضعتها أنثى
Dilihat dari sisi susunan gramatikalnya kalâm khabar dibagi kedalam dua bentuk (Haddam Banna’, tth, 13-16) :
 Pertama: al-jumlah al-fi’liyyah (verbal sentence), menunjukkan suatu pekerjaan yang temporal, dengan tiga keterangan waktu, sekarang, yang telah berlalu dan yang akan datang. Contoh:
أشرقت الشمس وقد ولى الظلام هاربا
 Kedua: al-jumlah al-ismiyah (nominal sentence), biasanya untuk menentukan ketetapan sifat kepada yang disifati dan untuk menyatakan kebenaran umum (general thuth). Contoh:
الأرض متحركة والشمس مشرقة
2. Kalâm Insya’(originative sentence)
Kalâm Insya’ adalah kalimat yang penuturnya tidak bisa dinilai bohong ataupun jujur (‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, 1977: 139). Kalâm insya’ dibagi kedalam dua bagian, yaitu (1) Insya’ thalaby (2) Insya’ ghairu thalaby.

a. Insya’ thalaby
Insya’ thalaby adalah kalimat yang menghendaki suatu permintaan yang belum diperoleh saat meminta. Insya’ thalaby dibagi kedalam lima macam, yaitu (Haddam Banna’, tth, 22) :
1) Al-`amr.
Al-`amr adalah meminta terlaksananya suatu pekerjaan kepada lawan bicara dengan superioritas dari penutur untuk melaksanakan perintah. Dilihat dari bentuk kalimatnya, al-`amr dalam bahasa Arab memiliki empat bentuk, yaitu:
a) Fi’il `amr, contoh:
يَايَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَءَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا (مريم:12)
b) Fi’il mudhâri’ yang bersambung dengan lâm al-`amr, contoh:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ (الطلاق:7)
c) Ism fi’il al-`amr, contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ إِذَااهْتَدَيْتُمْ َ (المائدة:105)
d) Mashdar sebagai ganti fi’il `amr, contoh:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا (البقرة:83)
Selain model pola kalimat al-`amr juga memiliki beberapa fungsi makna, diantaranya:
a) Al-du’a` (do’a), contoh:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ (النمل:19)
b) Al-Irsyâd (petuah bijak), contoh:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ (البقرة:282)
c) Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
الْقِيَامَةِ اعْمَلُوا مَاشِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (فصلت:٤٠)
d) Al-Ta`jîz (melemahkkan), contoh:
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ (البقرة:٢٣)
e) Al-Ibâhah (pembolehan), contoh:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (البقرة:١٨٧)
2) Al-Nahy
Al-nahy adalah meminta dihentikannya suatu pekerjaan kepada lawan bicara dengan superioritas dari penutur untuk melaksanakan permintaan. Struktur kalimatnya disusun dengan menyambungkan fi’il mudhâri’ dengan lâ nâhiyah ( berarti: jangan..!) (‘Ali Jarim dan Musthafa Amin, 1977: 184-187) contoh:
وَلاَتُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (الأعرف:85)
Seperti halnya amr, struktur nahy juga memiliki beberapa fungsi makna, diantaranya:
a) Al-du’â`(berfungsi sebagai do’a), contoh:
رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ (ال عمران:8)
b) Al-Irsyâd ( memberi petuah bijak), contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَسْئَلُوا عَنْ أَشْيَآءَ إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ… (المائدة:101)
c) Al-Dawâm (keabadian), contoh:
وَلاَتَحْسَبَنَّ اللهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ اْلأَبْصَارُ (إبراهيم:42)
d) Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
لا تطع أمري ايها الأخ..
e) Al-Tamannî (pengharapan), contoh:
يا ليل طل يا نوم زل * يا صبح قف لا تطلع
3) Al-Istifhâm,
Al-Istifhâm adalah mencari tahu tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya, dengan menggunakan adât al-istifhâm (kata sandang untuk istifhâm), yaitu: hamzah, hal, man, mâ, matâ, ayyâna, kayfa, aina, kam dan ayyu . Dilihat dari segi bentuk permintaannya, istifhâm dibagi menjadi tiga macam, yaitu (Haddam Banna’, tth, 29-38):
a) Pertanyaan yang kadang meminta konfirmasi dan kadang meminta afirmasi (tashawwur). Adât yang digunakan adalah hamzah, contoh:
أ علي مسافر أم خالد؟
أ علي مسافر؟
b) Pertanyaan yang meminta afirmasi saja, adât al-istifhâm yang digunakan adalah hal.contoh:
هل يعقل الحيوان؟

c) Pertanyaan yang meminta konfirmasi saja. Adât yang digunakan adalah semua adât al-istifhâm kecuali hal dan hamzah.contoh:
يسئلونك عن الساعة أيان مرسها؟
4) al-Tamannî
Al-Tamannî adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil digapai atau yang tidak mampu digapai (‘Ali Jarim dan Musthafa Amin, 1977: 206-207).
a) Sesuatu yang mustahil digapai, contoh:
ألا ليت الشباب يعود يوما * فأخبره بما فعل المشيب
b) Sesuatu yang mungkin digapai namun tidak mampu teraih, contoh:
يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآأُوتِىَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (القصص:79)
Al-Tamannî memiliki satu `adât ashly yakni ليت dan mempunyai tiga `adât yang tidak ashly sebagai penggantinya, yaitu:
a) Hal (apakah, adakah, akankah…), contoh:
فَهَل لَّنَا مِن شُفَعَآءَ فَيَشْفَعُوا لَنَآ أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ قَدْ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنهُم مَّاكَانُوا يَفْتَرُونَ (الأعراف:53)
b) Lau (jika, sekiranya..), contoh:
فَلَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (الشعراء:102)
c) La’alla( niscaya…), contoh:
أسرب القطا هل من يعير جناحه * لعلي إلى من قد هويت أطير
5) al-Nidâ’
al-Nidâ’ adalah meminta kedatangan sesorang atau sesuatu dengan kata ganti yang bermakna “aku memanggil”. Ada delapan kata sandang dalam istifhâm, yaitu: hamzah, aiy, yâ, wâ, âa, ayâ, hayâ dan wâ. Hamzah dan aiy berfungsi untuk memanggil sesuatu yang berada di dekat pemanggil, sedangkan `adât yang lain untuk sesuatu yang jauh dari pemanggil. Contoh (‘Ali Jarim dan Musthafa Amin, 1997: 210-212):
أيا جميع الدنيا لغير بلاغة * لمن تجمع الدنيا و أنت تموت
Selain berfungsi memanggil, al-nidâ’ memiliki makna yang beragam seiring konteks yang melingkupinya, macam-macam arti nidâ’ antara lain:
a) Al-Ighrâ` (bujukan, anjuran), seperti anjuran kepada seseorang yang mondar mandir mau masuk rumah musuhnya:
يا شجاع أقدم..
b) Al-Zijr (hardikan, cacian), contoh:
يا فؤدي متى المتاب ألما * تصح والشيب فوق رأس ألما
c) Al-Tahassur wa al-taujî` (penyesalan dan kesakitan), contoh:
وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَالَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا (النباء:40)
d) Al-Istighâtsah (permintaan pertolongan), contoh:
يا ألله…. حبي وهوائي مكتوم إليها
e) Al-Nudbah (ratapan), contoh:
فواعجبا كم يدعي الفضل ناقص * ووا أسفا كم يظهر النقص فاضل
b. Insya’ Ghair Thalaby
Insya’ Ghairu Thalaby adalah kalimat yang didalamnya tidak menghendaki suatu permintaan. Insya’ ghairu thalaby bisa berbentuk, al-Madh wa al-Dzam,Shiyâgh al-’Uqûd, al-Qasam dan al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh (Ahmad Hasyimi, 1994: 6) :

a) al-Madh wa al-Dzam,menggunakan kata ni’ma, bi`sa dan habbadza, contoh:
نعم الكريم حائم…. وبئس البخيل مادر
b) Shiyaghu al-’Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah fi’il madhi, contoh:
بعتك هذا ووهبتك ذاك
c) al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan lain sebagainya, contoh:
لعمرك ما فعلت كذا
d) al-Ta’ajjub, biasanya berisi dua pernyataan yang berkebalikan, contoh:
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم (البقرة:28)
e) al-Raja’, biasanya menggunakan, ‘asâ, hariyyu (la’alla) dan ikhlaulaqa, contoh:
عسى الله أن يأتي بالفتح
3. Al-Qishr (rhetorical restriction)
Al-Qishr berarti mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan cara yang khusus pula, kata pertama adalah al-maqsûr (yang mengkhususkan) dan kata yang kedua adalah al-maqsûr ‘alaihi (yang dikhususkan) (Ahmad Hasyimi, 1994: 154). Metodologi pembentukan qishr ada empat macam yaitu:
a) Al-nafyu wa al-istitsnâ`, contoh:
ما شوقي إلا شاعر وما شوقي إلا شاعر
b) Innamâ, contoh:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا (الفاطر:28)
c) Mendahulukan kata yang seharusnya berada diakhir, contoh:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (الفاتحة:5)
d) Athaf dengan lâ, bal dan lakin, contoh:
عمر الفتى ذكره لا طول مدته * وموته حزيه لا يومه الداني
 Qishr dilihat dari eksistensinya ada dua macam:
Pertama: Qashr Haqîqy yaitu pengkhususan sesuatu berdasarkan realitas kenyataan tuturan dan tidak keluar dari itu. Contoh, لا إله إلا الله
Kedua: Qashr idhôfi yaitu pengkhususan sesuatu yang didasarkan pada penyandaran sesuatu yang berada diluar ujaran. Contoh:
إنما حسن شجاع

4. Îjaz (brachylogi), Ithnab (periphrasis), Musâwah (equality)
a. Îjaz adalah adanya makna yang luas dibalik kalimat yang pendek. Îjaz ada dua macam, ada kalanya Qishr (meringkas) dan ada kalanya Hadf (membuang) (Haddam Banna’, tth: 66-67). Contoh:
ولكم فى القصاص حياة يا أولى الألباب (القصر)
وجاهد فى الله حق جهاده (الحذف)
b. Ithnab adalah menambah kata-kata dari makna yang sebenarnya untuk tujuan tertentu (Gorys Keraf, 2004: 133-134). Contoh:
تنزل الملائكة و الروح فيها
c. Musâwah adalah kalimat dimana kata-katanya sepadan dengan maknanya dan maknanya sepadan dengan kata-katanya, tidak lebih dan tidak kurang.
ستبدى لك الأيام ما كنت جاهلا * ويأتيك بالأخبار من لم تزود
5. Al-Fashl dan al-Washl
Al-Washl adalah menyambungkan kalimat dengan kalimat yang lainnya dengan huruf wawu (Ahmad Hasyimi , 1994: 170-171). contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (التوبة:119)
Al-Fashl adalah kebalikan dari al-washl, yakni tidak menyambungkan antara dua kalimat, contoh:
وَلاَتَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (فصلت:34)

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan pola kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang dikehendaki penutur. Tujuan ‘ilmu al-ma’âni adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan tutur.
Dari terminologi ‘ilmu al-ma’âni yang ingin menyelaraskan antara teks dan konteks, maka obyek kajiannya-pun berkisar pada pola-pola kalimat berbahasa arab dilihat dari pernyataan makna dasar ashly, bukan tab’iy yang dikehendaki oleh penutur. Menurut as-Sakkâki, yang dikehendaki oleh pembacaan model ma’âni bukan pada struktur kalimat itu sendiri, akan tetapi terdapat pada “makna” yang terkandung dalam sebuah tuturan. Jadi yang terpenting dalam pembacaan ma’ani adalah pemahaman pendengar terhadap tuturan penutur dengan pemahaman yang benar, bukan pada tuturan itu secara otonom
Adapun objek kajian Ilmu Ma’ani adalah tema-tema berikut,
a) Kalâm Khabar
b) Kalâm Insya’
c) al-Qishr
d) Îjaz, Ithnab
e) Musâwah.

DAFTAR PUSTAKA

 Banna’, Haddam. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam Press.
 Hasyimi, Ahmad. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994.
 Jarim, ‘Ali dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-Ma’ârif. Cet.X. 1977.
 Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Cet. XIV. 2004.
 Sakkâki, Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali. Miftâhul ‘Ulûm. Beirut : Dâru al-Kutub al-’Ilmiyyah. Cet. II. 1987.